Om Swastyastu
Sejarah Tutuan
Sejarah Tutuan berdasarkan Prasasti Tutuan yang tersimpan di Pura Bukit Buluh Gunkasa Klungkung tersurat pernyataan sebagai berikut.
Disebutkan perjalanan sejarah seorang Maha Rsi yang bernama Maha Rsi Segening( Empu Siwa Gandhu) Moksah di Gunung Tohlangkir,yang kemudian dikenal bernama Gunung Agung. Empu Siwa Gandhu adalah Putra sulung dari Empu Beradah.Empu Siwa Gandhu berputra Dalem Mangori.Dalam pejalanan hidup beliau (Dalem Mangori) adalah seorang Penguasa Wilayah Keling di Jawa Dwipa. Di Jawa Dwipa Dalem Mangori menikah dengan Ratu Kalingga yang bernama Dyah Mpu Wati Dari pernikahan beliau menurunkan Ratu Mangori yang kemudian menurunkan Arya Kanuruhan sekretaris Raja Gelgel.Arya Kanuruhan berputra tiga orang yaitu Pangeran Tangkas,Arya Brang Singa dan Arya Pegatepan (menurut babad Arya Kresna Kepakisan,Arya Kanuruhan adalah putra dari Sira Kebo Anabrang). Dalem Mangori dikenal sebagai seorang Dalem yang suka berburu ketengah hutan Keling .Suatu hari dalam perburuannya, beliau bertemu seorang gadis kecil di bawah sebuah pohon pisang yang berparas sangat cantik.Anak gadis itu dipungut dan dibawa ke kerajaan dan diberi nama Ni Brit Kuning.Brit Kuning kemudian diketahui adalah seorang putri dari Raja Airlangga ,dan setelah menginjak dewasa Ni Brit Kuning dinikahi Dalem sebagai istri penawing dan berputra laki - laki yang di beri nama Mantri Anom.Mantri Anom kemudian diangakt putra oleh Dyah Mpu Wati (diadopsi) bergelar Satrya Wangsa. Berselang kurun waktu tertentu Ni Brit Kuningpun melahirkan putranya yang kedua.Entah karena salah paham bagaimana,Ni Brit Kuning membunuh putranya untuk dijadikan santapan Dalem Mangori. Mengetahui keadaan demikian betapa marahnya Dalem terhadap Ni Brit Kuning,serta mengusirnya dari kerajaan dan diasingkan ke tengah hutan Keling.Dalam keadaan yang sedang marah dan rasa haru yang begitu mendalam runtuh sabda Dalem Mangori terhadap putranya,"Wahai Anakku,semoga engkau cepat manumitis dan menjelmalah engkau sebagai manusia yang bisa menghilang, lahirlah sebagai seorang gembala dengan nama "Rare Angon". Waktu terus berlalu Satria Wangsapun kini memasuki usia dewasa.bertanyalah dia tentang keberadaan ibu kandung yang melahirkannya.Dalem tak kuasa untuk menyembunyikan keadaan yang sebenarnya,dan dikatakanlah bahwa ibu kandungnya telah diusir dan diasingkan ke tengah hutan Keling karena kesalahannya telah membunuh adik kandung Satria Wangsa ketika masih bayi.Seketika itu muncul di dalam keinginan Satri Wangsa untuk bertemu ibunya seraya minta ijin dari Dalem Mangori.Dalem mengabulkan niat Stria Wangsa untuk bertemu ibu kandungnya dengan suatu pesan yang tidak boleh dilanggar oleh Satria Wangsa bahwa tidak diperkenankan untuk menyembah ibunya karena secara status ibunya telah dikeluarkan dari status kerajaan akibat kesalahannya telah membunuh putranya sendiri.
Satria Wangsa segera beranjak menuju hutan Keling dengan diiringi oleh pasukan kerajaan dan pengawal.Ketika berada di tengah hutan dan bertemu ibunya Satria Wangsa merasa tidak tega untuk tidak menyembah sang ibu yang melahirkannya,kendatipun telah diperingatkan ayahandanya.Brit Kuningpun menolak untuk disembah karena telah mengetahui posisi dirinya dan status anaknya sebagai seorang putra Dalem.Brit Kuning berlari dan bersembunyi di balik tembob biliknya.Satria Wangsa tetap menyembahnya,sehingga keanehan terjadi dan terbelahlah bangunan bilik itu menjadi dua sehingga ada ceritra tentang bale pegat sejak saat itu yang kemudian dikenal di Bali.Brit Kuning tak henti berlari menghindari untuk disembah Putranya hingga akhirnya dia terperosot kedalam sebuah sumur di belakang rumahnya dan terjatuh.Mengetahui hal itu terjadi Satria Wangsa segera berlari dan mengejar hendak menolong,tapi tak bisa.Ibunya telah terjatuh kedalam sumur itu dan keanehan terjadi lagi. Dari dalam sumur seketika tumbuh pohon Timbul dan di puncak hinggap seekor burung tuu-tuu. Ketiaka itulah Satria Wangsa bersumaph untuk tidak memakan buah timbul dan tidak menyakiti burung tut-tuu hingga seketurunannya.Bahkan tidak juga boleh meminum air sumur.
Setelah semuanya terjadi,kini Satria Wangsa bertolak ke istana dan bertemu ayahandanya serta menceritrakan kejadian di tengah hutan itu kepada ayahnya Dalem Mangori.Mendengar ceritra Satria Wangsa,Dalem Mangori marah dan serta merta mengusir Satria Wangsa dari istana Kalingga serta mencopot gelar yang disandangnya sebagai seorang putra kerajaan karena telah berani melanggar larangan Dalem.Satria Wangsapun pergi dan menuju kerajaan Airlangga untuk bertemu kakeknya Prabu Airlanga.Di kerajaan itu Satria Wangsa menceritrakan hal yang terjadi kepada Sang Prabu Airlangga dan akhirnya menyarankan Satria Wangsa datang ke Bali untuk bertemu Dalem Tegal Belesung,dengan menyandang gelar baru yaitu "Mantri Tutuan".Matri Tutuan diterima Dalem Tegal Belesung,dan menetap di Bukit Buluh Gunaksa, Klungkung,Bali,yang selanjutnya menjadi pusat dari keturunan KI Manti Tutuan.
Hal ihwal tentang status kehidupan Ki Matri Tutuan tersuratkan pula di dalam Piagem yang dianugrahkan oleh Dalem Tegal Belesung kepada Ki Mantri Tutuan yang berisikan tenatng kewenagan KI Mantri Tutuan dan seketurunannya.
Om Awignam Astu ,
Pangaksamaning ulun Ripada Batara Hyang Sinuhun,Sang gunelaring Sarining Ong Kara Mantra,Reda ya Nirmalayem,Muah ri Sang Sida Yogiswaranem,siraya Anugraha ring hana Wakya,ripurwa ira Sang wus lepas,luputing Mami ring tulah pamadi,Mwang sawigrahana mala petaka,tan kataman upadrawa,Denira Betara Hyang Mami,Wastu kita pari purna,lan anemu aken ayu,Dirgahayu-dirgayusa,ri purwa kala caritan.
Sejarah Tutuan
Sejarah Tutuan berdasarkan Prasasti Tutuan yang tersimpan di Pura Bukit Buluh Gunkasa Klungkung tersurat pernyataan sebagai berikut.
Disebutkan perjalanan sejarah seorang Maha Rsi yang bernama Maha Rsi Segening( Empu Siwa Gandhu) Moksah di Gunung Tohlangkir,yang kemudian dikenal bernama Gunung Agung. Empu Siwa Gandhu adalah Putra sulung dari Empu Beradah.Empu Siwa Gandhu berputra Dalem Mangori.Dalam pejalanan hidup beliau (Dalem Mangori) adalah seorang Penguasa Wilayah Keling di Jawa Dwipa. Di Jawa Dwipa Dalem Mangori menikah dengan Ratu Kalingga yang bernama Dyah Mpu Wati Dari pernikahan beliau menurunkan Ratu Mangori yang kemudian menurunkan Arya Kanuruhan sekretaris Raja Gelgel.Arya Kanuruhan berputra tiga orang yaitu Pangeran Tangkas,Arya Brang Singa dan Arya Pegatepan (menurut babad Arya Kresna Kepakisan,Arya Kanuruhan adalah putra dari Sira Kebo Anabrang). Dalem Mangori dikenal sebagai seorang Dalem yang suka berburu ketengah hutan Keling .Suatu hari dalam perburuannya, beliau bertemu seorang gadis kecil di bawah sebuah pohon pisang yang berparas sangat cantik.Anak gadis itu dipungut dan dibawa ke kerajaan dan diberi nama Ni Brit Kuning.Brit Kuning kemudian diketahui adalah seorang putri dari Raja Airlangga ,dan setelah menginjak dewasa Ni Brit Kuning dinikahi Dalem sebagai istri penawing dan berputra laki - laki yang di beri nama Mantri Anom.Mantri Anom kemudian diangakt putra oleh Dyah Mpu Wati (diadopsi) bergelar Satrya Wangsa. Berselang kurun waktu tertentu Ni Brit Kuningpun melahirkan putranya yang kedua.Entah karena salah paham bagaimana,Ni Brit Kuning membunuh putranya untuk dijadikan santapan Dalem Mangori. Mengetahui keadaan demikian betapa marahnya Dalem terhadap Ni Brit Kuning,serta mengusirnya dari kerajaan dan diasingkan ke tengah hutan Keling.Dalam keadaan yang sedang marah dan rasa haru yang begitu mendalam runtuh sabda Dalem Mangori terhadap putranya,"Wahai Anakku,semoga engkau cepat manumitis dan menjelmalah engkau sebagai manusia yang bisa menghilang, lahirlah sebagai seorang gembala dengan nama "Rare Angon". Waktu terus berlalu Satria Wangsapun kini memasuki usia dewasa.bertanyalah dia tentang keberadaan ibu kandung yang melahirkannya.Dalem tak kuasa untuk menyembunyikan keadaan yang sebenarnya,dan dikatakanlah bahwa ibu kandungnya telah diusir dan diasingkan ke tengah hutan Keling karena kesalahannya telah membunuh adik kandung Satria Wangsa ketika masih bayi.Seketika itu muncul di dalam keinginan Satri Wangsa untuk bertemu ibunya seraya minta ijin dari Dalem Mangori.Dalem mengabulkan niat Stria Wangsa untuk bertemu ibu kandungnya dengan suatu pesan yang tidak boleh dilanggar oleh Satria Wangsa bahwa tidak diperkenankan untuk menyembah ibunya karena secara status ibunya telah dikeluarkan dari status kerajaan akibat kesalahannya telah membunuh putranya sendiri.
Satria Wangsa segera beranjak menuju hutan Keling dengan diiringi oleh pasukan kerajaan dan pengawal.Ketika berada di tengah hutan dan bertemu ibunya Satria Wangsa merasa tidak tega untuk tidak menyembah sang ibu yang melahirkannya,kendatipun telah diperingatkan ayahandanya.Brit Kuningpun menolak untuk disembah karena telah mengetahui posisi dirinya dan status anaknya sebagai seorang putra Dalem.Brit Kuning berlari dan bersembunyi di balik tembob biliknya.Satria Wangsa tetap menyembahnya,sehingga keanehan terjadi dan terbelahlah bangunan bilik itu menjadi dua sehingga ada ceritra tentang bale pegat sejak saat itu yang kemudian dikenal di Bali.Brit Kuning tak henti berlari menghindari untuk disembah Putranya hingga akhirnya dia terperosot kedalam sebuah sumur di belakang rumahnya dan terjatuh.Mengetahui hal itu terjadi Satria Wangsa segera berlari dan mengejar hendak menolong,tapi tak bisa.Ibunya telah terjatuh kedalam sumur itu dan keanehan terjadi lagi. Dari dalam sumur seketika tumbuh pohon Timbul dan di puncak hinggap seekor burung tuu-tuu. Ketiaka itulah Satria Wangsa bersumaph untuk tidak memakan buah timbul dan tidak menyakiti burung tut-tuu hingga seketurunannya.Bahkan tidak juga boleh meminum air sumur.
Setelah semuanya terjadi,kini Satria Wangsa bertolak ke istana dan bertemu ayahandanya serta menceritrakan kejadian di tengah hutan itu kepada ayahnya Dalem Mangori.Mendengar ceritra Satria Wangsa,Dalem Mangori marah dan serta merta mengusir Satria Wangsa dari istana Kalingga serta mencopot gelar yang disandangnya sebagai seorang putra kerajaan karena telah berani melanggar larangan Dalem.Satria Wangsapun pergi dan menuju kerajaan Airlangga untuk bertemu kakeknya Prabu Airlanga.Di kerajaan itu Satria Wangsa menceritrakan hal yang terjadi kepada Sang Prabu Airlangga dan akhirnya menyarankan Satria Wangsa datang ke Bali untuk bertemu Dalem Tegal Belesung,dengan menyandang gelar baru yaitu "Mantri Tutuan".Matri Tutuan diterima Dalem Tegal Belesung,dan menetap di Bukit Buluh Gunaksa, Klungkung,Bali,yang selanjutnya menjadi pusat dari keturunan KI Manti Tutuan.
Hal ihwal tentang status kehidupan Ki Matri Tutuan tersuratkan pula di dalam Piagem yang dianugrahkan oleh Dalem Tegal Belesung kepada Ki Mantri Tutuan yang berisikan tenatng kewenagan KI Mantri Tutuan dan seketurunannya.
Semeton Tutuan Istri-Istrine Jikalau Diperistri Oleh Orang Selain Semeton Treh Tutuan,Jangan Lupa Naturang Banten Basan Tamba Ke Gunaksa : Pura Bukit Buluh,Pura Batur Tutuan Gunaksa,Pura Penataran,Pura Dalem Tutuan,Pura Bukit Tengah Lan Pura Bukit Mastapa.
Sabda Ida Dalem Tegal Belesung ( Piagem )
Heneng katakna.
Prapta I Mantri Tutuan ring Bali rajya, amengku linggan Ida Dalem ring Tegal Belesung, tur ana wit panugrahan Ida Prabu Erlanggya saking Kediri ring I Mantri Tutuan laluputan, “ Tan kena tategenan, muwah yan danda pati wenang katawur antuk arta 8.000, muwang yening danda arta wenang kesinampura, terus tekaning tereh kita”, asapunika pangandikan sang amurti ring Kediri, duk sira suka I Tutuan, ajong kuning, macacendakan, mungguwing lepihan, tan kasinambatsara, malumbang dajan Dukuh Sarine, pecak paguyangan kebo yos branane, pacang piodalan di Besakih, ka gunung Lebah, sabanen Ida Daleme manganda batane raris Ida maputun karya, punika yan ana manguwangin piagem iki, apang ya rusak kapastu antuk siwa sesana, mwah Bhagawan Hyang Narada sami, pangandikan Ida sang amutering Kediri.
Muwah Ida Dalem Tegal Belesung, malih ngicen I Mantri Tutuan luput, apan I Tutuan ngiring pakahyun Dalem Tegal Belesung, tur mamiseka linggih Bhatara sami, nanging tan kena raja pinulah.
“Inggih Bhatara ring Jembrana ring Gunung Batukaru, ring Gunung Lebah ring Gunung Agung, ring Gunung Sraya, Ring Gunung Rinjani, Ring Gunung Nusa, yening sang Patih muwang sang nata ratu manguwangin panugrahan Ida Dalem Tegal Belesung, muwang sang brahmana, satriya, wesya, manguwangin laluputan I Tutuan, moga apang kena pamastuning dewa saksi, aud kelor anemu sengkala agung, apang sander kilap tanpa ujan, aparan gentuh tanpa ujan, muwang tepen embidan, apang mati saka tugel, muwang tigas dadania tur sakit gede, muwang saling suduk manglawan anaknia, yening lunga maring alas sinarap dening macan, yening ring luwah sinarap tonya muwang buaya, muwang saisining segara kapinangan, kena ya upadrawaning cor, saisining pamastu sane nguni-nguni, saisining candala agung, saparania anemu gni bara, saenyah-enyahan ia kapastu, punika kasaksenan antuk Bhatara sami sane madruwe gunung, sane maduwe luah, sane maduwe segara, sane maduwe danu ento sami. Sapangandikan Ida Dalem Tegal Belesung, sedawege ring Panataran ring Gunung Agung, duke sira ring Majapahit, agama titi suara, muwang raja purana ring Bhatara sami.
Pamastuning dewa saksi kawangunang ring sang brahmana, Bhatara Iswara, Bhatara Brahma, Bhatara Wisnu, Bhatara Mahadewa, Bhatara Uma, Bhatara Gana, Bhatara Surya, Bhatara Sambu, Bhatara saking Gunung Mekah, Bhatara saking Gunung Rinjani, Bhatara saking Jamur Jipang, muwang Ida Bhatara Pasupati, Bhatara saking Nusa, muwang Bhatara saking tanggun gumine, sane mangadakang jadmane kacacar, sami kaucapang bhatara meraga apuh, ngaksi panugrahane Ida Dalem Tegal Belesung, ring laluputan I Tutuan, katereh saking arine Sang Prabu Erlanggya ring Daha, nanging saking wadu, dening I Tutuan maibu solot, munggah ring lepihan surat piagem-piagem, sasuanganing katereh ring I Tutuan, luput ring kemitan, mwah pananjung wesi, dening wit I Tutuan macacendekan., kalih anunggang kuda sajeroning cerancang kawat. Mangkana kawit I Tutuan masentana I Mangku Tambahan, mangaran I Dawuh Bukit Buwayang. I Dawuh Bukit Buwayang mangaran I Brasta, pamargane manyungsung ka Bukit Buluh, tur maka jan banggul bhatara ring Bukit Buluh. Wite Ida mapanataran ring Gunaksa, tur makori agung ring dangin asem, mangkana kocapan ring Buwayang mwah ring Gunaksa, kawitane mangaran I Dawuh Baingin, masentana I Surakreta, mangaran I Gunaksa, mapanataran badangin asem.
Saenyah-enyahan I Tambahan sane ring Buwayang , masoroh ka Babung nanging sareng saroro, kawit nira ring Babung magenah sawiji mangaran I Sridana. Ne ring Buwayang mangaran I Bandesa, tempuh saking Gelgel raket ring Gunaksa. Mangkana muwah I Dauh Baingin raket ring Akah, raket ring Tambahan, ne maparab I Sridana. Mangkana mangaran Dauh Baingin.
I Bukit Buwayang maweh besin tumbak telu pagawen Gelgel, ring I Dawuh Baingin. I Bukit Buwayang maweh besin tumbak babangun dolog ring I Dangin Asem, masalin besin tumbak biring alit, pecak cacendekan duwen Bhatara Bukit Buluh, pada pagawen Gelgel.
Enengakna mangkin rawuh pakemit saking Bukit Buluh mangaran I Rare Angon, nanging wit sentanan I Brit Kuning, sampun mangdadi dewa kautaman. Pamargane I Rare Angon tan sah angangon lembu ring kuluwaning Bukit Buluh, tur lumincang I Rare Angon, sadina-dina angangon lembu.
Dadiannia sentanan I Dawuh Baingin maparab I Surakreta, molih manyilih lembu ring I Rare Angon, ana ring sawah luwahaning Bukit Buluh, mawastu rahayu pamupon carik ika, tan kamaranan saisining sawah ika, nanging atiban nunggal makarya, medal I Rare Angon sareng lembu punika.
Rupa wenten tigang masa, dadiannya mawetu ngaran I Surakreta kawit ira I Gunaksa raris kapinejahan I Rare Angon, lembunia inambilan antuk I Saurakreta. “Ih Surakreta, ingsun tan madruwe dosa ring kita, mawastu ingsun pinejah dening kita, mangkin moga kita kawaston dening ingsun, mawastu kita madruwe gawe panandanan, tekaning saswangan ta kabeh. Yening tan angaturang karya dandanan ring genah ingsun mapendem, kawekas linebok ingsun kita dewa pitaranta ring kawah tambragohmuka. Yan kita sampun pageh molih kita genah, dewa pitaranta ring swargaloka”.
Asapunika pangandikane I Rare Angon raris mantuk punika, mawasta Dalem Cungkub.
Lembu punika wenten pitung rahina kaamong antuk I Surakreta, kawit I Gunaksa, lembu punika raris ical.
Nanging pamargane I Tutuan, pangandikan Sang Amutering Gelgel, Ida Dalem Tegal Belesung muwah sareng Ida Gede Pajungutan, muwah dandane wenang mantuk, katur ring Pura Batur Kahyangan ring Bukit Buluh, sane patut danda anguak prasasti iki, dandania 25.500.-.
Pamargane I Tutuan wenang mabade tur matumpang pitu, mabandusa, muwang mapanca datu, marurub kajang, mapalasa, mapalungania bawi srenggi, gajah mina, mabale silunglung, maganjaran, madamar kurung, matumpang salu, matatakan api, mabaleman, mapring gading, magamet makasumba mawarna. Sanga warnaning gamet uttama, sapta warnaning gamet madya, manca warnaning gamet nista, tiga warnaning gamet nistaning nista pisan, sawiji warnaning gamet uttama, sama teken solas.
Sane kawenang I Tutuan, ngangge upacaraning ratu nguni-nguni, apan kita katereh saking Prabu Erlangga saking wadu, saking purusa Dalem Mangori. Yan kita pejah mapreteka, nem dina sebelnia.
Yening kari ngatut pungsed, 21 dina sebelnia, apan kita sentanan Ida Dalem Mangori mwang Prabu Erlanggya, magenah kita ring sema Bali.
Sane patut juang kajuang Tangkas Kori Agung, tan ana wilarangan. Yan ana wong waneh nyuwang danda 12.500.- katur ka Bukit Buluh, ngaturang canang piuning, puput asapunika. Tan ana malih, telas.
Malih wenten pangandika Ida Dalem Tegal Belesung ring I Tutuan, “ Aywa tan eling ring pawarah nira, kengetakna wekasan, ring tutur nira I Tutuan, aywa lupa ring kawangsan., mula totosing Dalem Mangori nyantanayang I Tutuan Yan tan kenget sasuangan I Tutuan ring kawangsan, lali tkaning awak, tan inget tkaning sasuhunan. Ento karana mangden ada Prasasti kasungsung bahan pratisentanane I Tutuan, mangden eling ring kadadian mati kalaning buat kapatian, ring kajantakan. Malih sawireh nyugi manik pindo, nyugi manik jawa, nyugi manik bali, krana keto saduke Ida Mpu Peradah lunga ka Bali mangalinggihin Ida daun teep, duk punika Ida ngajawa ngabali. Sapunika sujatinia mangda eling I Tutuan tkening wacanan nira.
Wecanan Ida rumaga pamancangah, Ida ne meraga Prasasti, sane kasembah kasuwun antuk pratisentanan I Tutuan. Karana madesa doh, mangden uning ring pamancangah, ne rumaga prasasti apang olih Ida sungsung di jumah. Rikala pawedalan idane mangden tan doh nyungsung kawitane, parisaksat I Pekak pinaka I Kompiang enu jumah anggen kawitan
Yan tan manyungsung kawitane sane meraga prasasti, ritatkala katebah bahan wwang dusun, tan ana takwanin, yan weruh ring katatwan, amanggih kewuh yadin baya, dening madoh-dohan pagenahane.
Sane matigehan liyu ento ajak marerasan, ada sane ndewek nyama tuwi mawed, buwina joh pagenahane, sing ja nawang teken kadadian, sing ja nawang teken panyamaan, yata tekaning kalingan pamancangah, tong katepuk bahannya, dening mamesik katebah bahan wang len, krangkatang pianak nyamane, aketo panadiane. Sing ja anggon tunggul , to krana buating abot, asing nyuwun prasasti di jumah, parisaksat I bapa nu jumah, ada tunasin, ada takonin.
Ditu di prasasti takonang pandadine, apang eda pati gabag bakat sorin, keto sentanane ne tuwara nawang ring padagingane sane munggah ring prasasti, eda ninggalang sesana, eda nyayangang selaka pipis, apang kukuh bahan ngaba awak, mula totosing sentanan Dalem Mangori, ane nyentanayang I Tutuan.
Elingang juga pawekasira ajak sasuwangan I Tutuan, yan tuwi saja nyama, sing dadi tuwara aku nyama.
Iki Piagem I Tutuan.
Om Santih,Santih,Santih,Om
